Terkuak! Sebuah Bekal Kematian

Sumber gambar (https://firefly.adobe.com/)

Om swastyastu

Semoga semeton dalam keadaan sehat dan berbahagia.

Walaupun tulisan ini tidak lengkap, semoga bermanfaaat dan menambah pengetahuan bersama.

Melalui tulisan ini, penulis berharap dapat menambah pengetahuan bersama dan memberikan inspirasi untuk mempelajari agama Hindu lebih dalam.

Sebagai makhluk ciptaan Tuhan — Ida Sang Hyang Widhi Wasa — pada hakikatnya kita akan kembali kepada-Nya. Karena itu, manusia dianjurkan untuk senantiasa berbuat baik (subhakarma). Sebab, ketika tiba saatnya kita meninggalkan dunia ini, segala pencapaian yang telah diraih selama hidup — seperti harta, kebijaksanaan, ilmu pengetahuan, keluarga, dan lain-lain — akan ditinggalkan. Semuanya akan berpisah dari diri kita, dan tak ada satu pun yang dapat dibawa.

Kematian adalah perpisahan antara badan (stula sarira: pertiwi, apah, teja, bayu, akasa) dengan sang diri (atman).

Selama hidupnya, manusia melakukan berbagai perbuatan — baik maupun buruk, sesuai atau tidak sesuai dengan ajaran agama (subha–subhakarma). Hasil dari perbuatan tersebut meninggalkan wasana atau kesan batin yang dapat mengendap dan menutupi cahaya Sang Diri (Atman). Akibatnya, Atman menjadi terhalang untuk mengenali dan menempuh jalan menuju asal-usulnya, yakni sangkan paraning dumadi.

Oleh karena itu, sebelum kematian tiba, kita sebaiknya mempersiapkan diri (ataki-taki ring raganta) dengan mengusahakan perbuatan baik yang sesuai dengan ajaran agama dan menjauhkan diri dari perbuatan yang dilarang agama.

Menurut Hindu, kematian bukanlah sekali saja; kematian dapat terjadi berulang kali (disebut reinkarnasi). Kematian akan berhenti ketika seseorang dapat mencapai nirartha (bebas dari sukha dukha). Persiapan kematian dirumuskan dalam Catur Purusa Artha.

Catur Purusa Artha berasal dari kata "Catur" yang berarti empat, "Purusa" yang berarti hidup, dan "Artha" yang berarti tujuan. Jadi, Catur Purusa Artha adalah empat tujuan hidup manusia yang terdiri dari: Dharma, Artha, Kama, dan Moksha. Moksha dapat dicapai setelah melewati tiga tangga sebelumnya dengan benar dan baik.

Mari lewati satu tangga demi satu tangga sehingga kita mencapai tangga keempat, yaitu "moksha."

Tangga pertama adalah Dharma.

Dharma adalah kebenaran, tuntunan, hukum, dan petunjuk. Dharma menjadi bekal atau landasan hidup sebelum mewujudkan tujuan lainnya. 

Acuan dharma yang utama adalah: "Wedo kilo dharma mulam Semerto Sila ca tat Vidam, acarasca wasadhunam atmanastusti eva ca." Dengan menjalankan swadharma di jalan dharma, kita akan memperoleh kebahagiaan dan tetap dalam dharma.

Tangga kedua adalah Artha.

Artha dapat berupa kekayaan, kesehatan, keahlian, ilmu pengetahuan, kebijaksanaan, dan benda berharga lainnya. Artha harus diperoleh dengan cara yang sesuai dengan dharma.

Tangga ketiga adalah Kama.

Setelah melewati artha, kita dapat memenuhi kama atau keinginan alamiah. Kama adalah dorongan hidup yang memotivasi untuk hidup dan berkembang. Namun, kama juga bisa membawa pada kenistaan jika tidak dijalankan dengan bijaksana.

Tangga terakhir sebagai tujuan tertinggi adalah Moksha.

Moksha adalah pencapaian tertinggi dalam siklus kehidupan manusia, bersatunya Atman dengan Brahman. Moksha bukan hanya sekadar bersatu, melainkan juga bagaimana kita mengendalikan hawa nafsu, mengarahkan rohani, dan membersihkan pikiran dari kekacauan. Moksha mencapai kebahagiaan tanpa henti dan bebas dari reinkarnasi.

Dengan kata lain, sebagai persiapan bekal kematian adalah melakukan perbuatan baik (subha karma) untuk mewujudkan kebahagiaan. Sebaliknya, perbuatan jahat dan pikiran kacau (asubha karma) akan menghasilkan penderitaan. Batin yang terang, pikiran suci, dan kebahagiaan yang berkelanjutan adalah Jiwan Mukti (Moksha selama hidup di dunia ini). Kebahagiaan tanpa penderitaan, bebas dari reinkarnasi, itulah Purna Mukti (Moksha: bersatunya Atman dengan Brahman).

Puput

Loka Samastha Sukino Bhawanthu

Om Shanti Shanti Shanti Om.

Post a Comment (0)
Previous Post Next Post